Saturday, August 09, 2008

catatan dari K'

PENDIDIKAN GRATIS?? EMANG ADA??

       Musim penerimaan mahasiswa baru telah dimulai di berbagai perguruan tinggi. Usai berlangsungnya jalur nasional yaitu melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN), jalur lain pun banyak dibuka untuk menerima mahasiswa baru. Tak sedikit dari calon mahasiswa baru yang mengikuti jalur ini. Tentu saja ini menjadi peluang bagi perguruan tinggi yang bersangkutan. Pasalnya biaya pendidikan untuk jalur di luar jalur SNMPTN jauh lebih besar, apalagi di PTN yang telah menyandang status BHMN.
       Untuk memenuhi anggaran rumah tangga perguruan tinggi, sejumlah PTN BHMN mengurangi kuota penerimaan mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN. Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta misalnya, hanya akan menerima sekitar 300 mahasiswa melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNM-PTN). Berarti hanya hanya 5 persen dari 6 ribu mahasiswa baru yang diterima tahun ini. Hal itu diungkapkan Ketua Panitia Ujian Masuk (UM) UGM, Budi Prasetyo kepada wartawan di kantor pusat UGM di Bulaksumur Yogyakarta, Kamis (15/5/2008). “Dibandingkan tahun lalu, tahun 2008 ini jumlah mahasiswa baru yang diterima lebih kecil sekitar 5 persen. Sedang pada tahun lalu mencapai 18 persen yang diterima melalui SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru),” kata dia (www.ugm.ac.id). Realitas ini menunjukkan adanya perubahan fungsi pengadaan pendidikan yang semula bersifat sosial menjadi profit oriented yang telah menggeser visi mulia pendidikan sebagai media pencerdas bangsa.
       Kesulitan untuk melanjutkan pendidikan tidak hanya dirasakan oleh calon mahasiswa baru saja. Sejumlah siswa mulai dari tingkat SD hingga SMU juga dijerat dengan mahalnya biaya pendidikan. ”Setiap tahun, biaya pendaftaran sekolah terus saja menjadi persoalan. Ini karena pemerintah melakukan pembiaran dengan tidak sungguh-sungguh menanggung anggaran pendidikan berkualitas di sekolah-sekolah. Masyarakat bisa menuntut tanggung jawab pemerintah karena pendidikan berkualitas menjadi eksklusif untuk mereka yang mampu membayar saja,” kata Ade Irawan, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (Kompas.com).
       Selain itu, banyak siswa lulusan SMP di Jayapura, Papua, terpaksa tidak bisa melajutkan pendidikan ke SMU karena biaya pendaftaran yang dikenakan bagi murid baru sangat tinggi. Pantauan di SMU Gabungan Jayapura sejak 1 Juli hingga 3 Juli 2008, ratusan siswa lulusan SMP yang ingin melanjutkan pendidikan di sekolah ini terpaksa harus pulang dengan kecewa. Mereka tidak sanggup membayar biaya pendaftaran yang jumlahnya mencapai Rp1.600.000 per siswa (Kompas.com). Sungguh aneh! Di era otonomi khusus (Otsus) Papua ini seharusnya putra-putri orang asli Papua bisa mengenyam pendidikan secara gratis, termasuk pelayanan kesehatan, namun ternyata Otsus itu tidak ada manfaatnya. Padahal sejak diberlakukannya Otsus Papua oleh pemerintah pusat tahun 2001, dana yang mengalir ke provinsi tertimur ini mencapai triliunan rupiah dan dana tersebut tidak dinikmati masyarakat asli Papua secara menyeluruh

Pendidikan dalam Pandangan Islam
       Segala urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.
       Dalam pandangan Islam, hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal. Setelah diketahui hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam yang diinginkan yaitu:
Pertama, membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola pikir dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
Kedua, mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
      Kedua tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan pilar yang akan menjaga keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut. Pilar penopang pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk bekerja sinergis terdiri dari keluarga, masyarakat, dan negara.

Khilafah Mengutamakan Pendidikan
       Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya lebih dari 13 abad lamanya. Faktor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua faktor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga kini.
       Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah.
       Hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.

الامام راع وهو مسؤول عن رعيته

“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar)
       Negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat: pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, dan papan) yang dijamin secara tak langsung oleh negara, pendidikan, kesehatan dan keamanan dijamin secara langsung oleh negara. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara (Abdurahman al-Maliki, 1963).
       Ijmak Sahabat juga telah terwujud dalam hal wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin, dan imam shalat jamaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non-Muslim yang melintasi tapal batas negara) (Rahman, 1995; Azmi, 2002; Muhammad, 2002).
        Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “iwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan (Khalid, 1994).
        Pada era Khilafah Utsmaniyah, Sultan [Khalifah] Muhammad al-Fatih (w. 1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel (Istanbul) Sultan membangun delapan sekolah. Di sekolah-sekolah ini dibangun asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan. Sultan memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu (Shalabi, 2004).
        Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan pada saat Bani Abbasiyah memegang tampuk kekuasaan dalam system pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang pemerintahan Khilafah Abbasiyah, perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dengan pola pendidikan islami. Sejarah mencatat berdirinya Bait Al-Hikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang sistematis. Bait Al-Hikmah dibangun oleh Khalifah Al-Ma’mun yang dikenal sebagai khalifah pencinta ilmu pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah disebutkan sebelumnya. Juga Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan yang didatangi oleh semua orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan munculnya Renaissance di Eropa terjadi setelah banyak orang Eropa menggali ilmu pengetahuan dari bait Al-Hikmah.
       Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syari’at Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola pendidikan Islami diantaranya :
Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.
Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Menyajikan content pendidikan dengan prinsip al Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didik untuk mendalaminya.
Selain itu, negara juga tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar.

Akhirnya... ’K yakin pendidikan yang ideal seperti ini pasti akan terwujud jika kita sama-sama memperjuangkan penerapan Syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.. Selamat berjuang sobat!

 
 

Cursors