Wednesday, July 02, 2008

buletin K' edisi 19

NAPAK TILAS PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN H5N1

Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan Di Balik Virus Flu Burung. Inilah judul buku yang ditulis oleh Ibu Menteri Kesehatan kita Siti Fadilah Supari. Tulisan yang cukup mendobrak wacana berfikir masyarkat Indonesia. Mengungkap fakta ketidakadilan lembaga kesehatan dunia dalam kasus virus flu burug H5N1. Selama ini WHO dianggap sebagai lembaga yang bergerak dibidang kemanusiaan namun ternyata Bu Menkes menemukan sesuatu yang bertentangan dengan asumsi kebanyakan masyarakat.
Dalam buku ini Bu Menkes mengawali kisahnya dengan menceritakan kegerahan pada mekanisme GISN (Global Influenza Surveillance Network). Sejak 50 tahun lalu 110 negara di dunia dengan kasus flu biasa harus mengirimkan spesimennya ke GISN yang kemudian menjadi milik GISN. Virus yang telah beralih kepemilikan ke GISN ini kemudian diteliti, sehingga terciptalah vaksin. Vaksin ini akan didistribusikan ke seluruh dunia dengan tidak cuma-cuma. Ketika dunia dihebohkan dengan adanya flu burung, mekanisme ini pula yang dipakai oleh WHO. Vietnam sebagai negara yang pertama kali terjadi kasus flu burung harus mengirimkan virusnya ke WHO CC (Collaborating Center). Alangkah malangnya Vietnam, karena setelah itu Negara ini tidak mengetahui kemana dan apa yang terjadi dengan virusnya. Dan tiba-tiba di dunia telah beredar vaksin flu burung dengan strain Vietnam.
Hal serupa terjadi dengan Indonesia. Tahun 2006 flu burung telah endemik (tempat menyebarnya penyakit/wabah) di 30 propinsi (218 kabupaten/kota) dari 33 propinsi. Tahun 2007, akibat kematian pada manusia baertambah (113 dari 190 angka kematian tingkat dunia), memaksa kalangan peternakan untuk melaksanakan prioritas penanggulangan flu burung tahun 2007.
Hal serupa terjadi dengan Indonesia. Tahun 2005 ketika di Indonesia terjangkit virus flu burung, dengan ‘patuhnya’ Indonesiapun mengirim virus flu burung ke WHO. Kemudian tahun 2006 diketahui bahwa virus Indonesia lebih ganas daripada virus dari negara lain. Artinya vaksin dengan strain Indonesia bisa digunakan lebih luas dari strain lainnya. Awal tahun 2007, Indonesia dikejutkan dengan munculnya vaksin flu burung strain Indonesia yang dibuat oleh perusahaan Australia, CSL, padahal Indonesia tidak pernah mengirimkan virusnya ke negara manapun kecuali WHO. Dan ternyata memang Australia mendapatkan virus flu burung Indonesia dari WHO CC.
Selain itu, ada satu misteri yang melingkupi perjalanan virus flu burung, yakni tempat penyimpanan data virus flu burung yang bertempat di Los Alamos. Di tempat ini virus flu burung dikuasai oleh sedikit ilmuwan yang terdiri dari 15 grup peneliti, 4 dari 15 peneliti ini berasal dari WHO CC, sisanya tidak diketahui asalnya dengan jelas. Los Alamos adalah laboratorium di New Mexico berada di bawah Kementerian Energi Amerika Serikat. Di Laboratorium inilah Bom Atom Hiroshima dirancang. Laboratorium ini pula yang telah melahirkan senjata biologis pada perang Vietnam. Dan data DNA virus flu burung ada di tempat yang sama. Kapan dibuat sebagai vaksin dan kapan dibuat sebagai senjata kimia tidak ada yang tahu. Benar-benar sangat membahayakan nasib manusia sedunia.
Perjuangan Seorang Menteri Kesehatan
Kejadian ini membuat Bu Menkes bertekad untuk mengungkap dan mengubah ketidakadilan dan ketidaktransparanan mekanisme virus sharing yang terjadi di WHO. Untuk mengetahui dengan jelas akan dijadikan apa virus flu burung yang dikirim ke WHO dan akan dibawa kemana virus tersebut. Perjuangan beliau diawali dengan mengadakan HLTM (High Level Technical Meeting) dan HLM (High Level Meeting) yang menghasilkan Dekalarasi Jakarta yang isinya mendesak WHO untuk merancang mekanisme baru dan membuat standar mekanisme virus sharing yang adil dan transparan. Dengan kata lain WHO harus mengubah sistem GISN yang tidak adil dan transparan. Deklarasi Jakarta ini kemudian dibawa ke WHA (World Health Assembly) -pertemuan para menteri sedunia- . Dalam pertemuan ini Indonesia akhirnya dengan dukungan dari 24 negara lainnya Indonesia mampu mengajukan perubahan mekanisme dan aturan organisasi kesehatan dunia ini.
Ketika Indonesia mengajukan draft resolusi yang diilhami oleh Deklarasi Jakarta pemerintah Indonesia harus berhadapan dengan negara adidaya Amerika Serikat yang mengusulkan bahwa mekanisme virus sharing GISN WHO -yang sarat ketidakadilan- tidak boleh diubah dan dipinggirkan. ”Dalam hati saya bertanya, apa hubungannya AS dengan WHO, atau GISN di WHO, mengapa AS mempertahankan sistem yang menurut pandangan saya adalah merupakan perampasan hak negara miskin affected countries oleh organisasi global yang seharusnya netral. Apa keuntungan dari AS dengan adanya GISN di WHO tersebut, atau kalau pertanyaan saya dibalik apa GISN selama ini menguntungkan AS?” Demikian Bu Menkes menulis dalam bukunya.
Mengambil Sebuah Pelajaran
Melalui buku yang berjudul Saatnya Dunia Berubah ini kita mengetahui keberanian seorang ibu Menteri Kesehatan. Bu Menkes Siti Fadilah Supari telah memberikan terobosan baru di dunia dengan menunjukkan keberaniaannya melawan ketidakadilan organisasi global yang sekarang ini jarang didapati pada putra-putri bangsa ini apalagi dengan statusnya sebagai pejabat negara bahkan seorang menteri. Meskipun beliau harus berhadapan dengan negara adidaya, Amerika Serikat.
Dalam kejadian ini Bu Menkes menemukan sesuatu yang mungkin selama ini tidak diketahui oleh banyak orang. Yakni adanya peran besar Amerika Serikat dalam organisasi dunia WHO. Namun bagi orang biasa melihat sesuatu dengan jeli akan diketahui bahwa dalam setiap kebijakan WHO harus mendapat ’persetujuan’ dari AS. WHO hanyalah alat pelegitimasian dari Amerika atas kebijakannya agar bisa dianggap sebagai keputusan dunia. Amerika Serikat memiliki hak veto apabila ada keputusan WHO yang tidak sesuai dengannya. Hal ini seperti yang terjadi saat negara-negara yang tergabung dalam WHO mengeluarkan resolusi WHO yang ’mengutuk’ tindakan Israel di Palestina, namun Amerika memvetonya sehingga akhirnya resolusi tersebut tidak jadi dikeluarkan.
Selama ini pemerintahan kita dan negera-negara lain di dunia selalu ’tunduk’ pada mekanisme dan aturan yang dibuat oleh WHO yang notabene ’anak’ Amerika Serikat sang empunya negara Kapitalis. Semua kebijakan yang melingkupi dunia sesuai dengan arahan Amerika. Pun terkait dengan masalah kesehatan. Mekanisme dan aturan kesehatan global dibuat oleh negara Paman Sam ini, seperti yang terjadi pada kasus GISN. Ibu Menteri Kesehatan telah membuka mata dunia tentang semua ini. Berusaha membuat mereka sadar akan kedaulatan bangsanya.
Mahasiswa Harapan Umat
Keberanian Bu Menkes mengubah ketidakadilan mekanisme GISN ini hendaknya menjadi pencerahan bagi putra-putri bangsa ini yang selama ini membisu dengan kedzaliman dan perbudakan yang dilakukan oleh negara adidaya. Sudah saatnya mahasiswa ikut berperan dalam memerangi kedzaliman dan ketidakadilan yang selama ini mewarnai dunia. Mengungkap dan memerangi pembodohan besar-besaran yang dilakukan oleh WHO dan Amerika Serikat kepada negara-negara dunia. Negara miskin disuruh sakit dan yang menikmati laba penjualan vaksin adalah negara-negara kaya yang notabene sekutu Amerika Serikat.
Kita sebagai mahasiswa kaum intelektual yang dianggap lebih oleh masyarakat, hendaknya tergerak untuk menguak kebohongan global ini. Apalagi telah umum diketahui bahwa mahasiswa adalah yang memiliki idealisme tinggi yang merupakan modal awal bagi para pemuda terutama mahasiswa untuk kritis dan berani bergerak mewujudkan idealisme yang tertanam pada diri mereka. Mahasiswa-lah tonggak perubahan. Mahasiswa adalah agent of change. Kini saatnya mahasiswa berjuang melepaskan diri dari penjajahan dan hegemoni imperium kapitalis yang dimotori oleh Amerika Serikat. Tepat kiranya judul buku Bu Menkes, Saatnya Dunia Berubah dan mahasiswalah motor perubahannya. Mari berjuang bersama-sama mengubah dunia dan menggapai kehidupan yang sejahtera serta diridhoi Allah SWT.

buletin K' edisi 18

SEABAD KEBANGKITAN: SEJAUH MANA?

Seabad sudah kita memperingati hari kebangkitan nasional Indonesia. Hari kebangkitan yang notabene diawali dengan berdirinya organisasi kepemudaan Boedi Oetomo. Jika kita melihat kondisi Indonesia saat ini benarkah kebangkitan benar-benar kita raih? Kebangkitan hakiki yang bermakna adanya perubahan dari kondisi yang carut marut menuju yang lebih baik.
Seratus tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebuah bangsa yang dikatakan mengalami kebangkitan. Ini berarti telah banyak perubahan yang terjadi di Indonesia, dan dengan rentang waktu yang seratus tahun ini harusnya Indonesia telah menjadi negara yang besar. Seberapa besar capaian bangsa Indonesia setelah seratus tahun lamanya bangkit?

Capaian 100 tahun kebangkitan
Dalam satu abad kebangkitan ini ada moment berharga yang diprakarsai oleh mahasiswa yakni terjadinya reformasi pada tahun 1998. Dengan demikian berarti tahun ini kita telah menikmati 10 tahun kehidupan pasca reformasi yang menawarkan banyak kebebasan, mulai dari kebebasan berpendapat dan berorganisasi sampai kebebasan berekspresi Namun, benarkah 10 tahun pasca reformasi sekaligus 100 tahun kebangkitan ini telah mengantarkan Indonesia pada kondisi yang lebih baik?
Menurut suatu stasiun televisi swasta nasional, salah satu dari 10 hal atau kondisi yang bisa dicapai Indonesia dalam masa 10 tahun pasca reformasi adalah harga BBM yang kian meroket. Bahkan harga BBM pada 10 tahun pasca reformasi ini dipastikan akan naik dengan kenaikan hingga 20-30 persen. Kepastian ini seperti halnya yang telah disampaikan oleh Menko Ekonomi Indonesia Boediono setelah rapat terbatas di kantor Presiden pada tanggal 5 Mei lalu. Menurut Presiden kita SBY, menaikkan harga BBM merupakan the last step untuk mengatasi carut-marutnya kondisi perekonomian Indonesia yang tak henti dilanda krisis (Kompas,5/5/2008). Namun kenyataannya, langkah yang disebut ‘terakhir’ tersebut malah dijadikan pilihan satu-satunya oleh pemimpin negara kita. Suatu langkah yang berani diambil dengan mengabaikan jeritan rakyat dibawahnya yang ‘terpaksa’ dikorbankan demi suatu alasan semu: menyehatkan APBN 2008 yang yang sedang sakit karena tekanan subsidi BBM yang membengkak seiring meroketnya harga BBM di pasaran internasional (berhasil menembus angka US$ 120 per barel!) (Metro Realitas, 13/5/2008). Ironisnya subsidi BBM dituduh telah memiskinkan APBN. Padahal hutang luar negeri yang menumpuk dengan cicilan bunga mencapai 98 triliunlah yang lebih pantas dijadikan tersangka tidak sehatnya APBN.
Berbagai protes dilayangkan kepada pemerintah atas kebijakan yang mencekik rakyat ini. Kalaupun telah dianggarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kebijakan yang diambil untuk mengimbangi kenaikan harga BBM, disisi lain harga bahan-bahan kebutuhan juga akan ikut terimbas naik. Begitupun biaya transportasi serta biaya hidup. Selain itu, pemberian BLT pun tidak bisa merata menyentuh seluruh rakyat ekonomi lemah negeri ini. Faktanya, golongan rakyat tidak mampu (bukan miskin) tidak bisa mengecap dana yang dianggarkan hingga 12 Triliun pada tahun 2008 ini (Berita Petang, 14/5/2008). Lebih jauh lagi, kebijakan pemberian BLT ini akan mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermental pengemis (Topik Kita, 11/5/2008). Ini dikarenakan pemberian BLT membiasakan rakyat miskin untuk menengadahkan tangan kepada pemerintah tiap bulannya. Kebijakan yang tanpa dibarengi perluasan lapangan dan kesempatan kerja, perbaikan fasilitas transportasi, dll yang tidak bisa menjawab dampak kenaikan BBM yang lebih mengerikan.

Refleksi Gerakan Reformasi Mahasiswa
Berawal dari reformasi yang diprakarsai oleh mahasiswa ini, Indonesia mengalami perubahan dalam tatanan pemerintahan. Meskipun pada faktanya reformasi yang telah digoalkan mahasiswa ini ternyata mengantarkan Indonesia ke arah jurang yang lebih dalam, satu hal yang pasti bahwa mahasiswalah yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan perbaikan atas kondisi rakyat yang terbelenggu pada orde baru. Artinya memang mahasiswalah yang punya potensi dan peluang untuk menjadikan bangsa Indonesia ini menjadi bangkit. Tentu ini bisa dilakukan jika mahasiswa memiliki keinginan kuat untuk mengubah bangsa ini menjadi lebih baik. Tidak dipungkiri banyak mahasiswa yang saat ini acuh dengan kondisi bangsanya. Hanya memikirkan dirinya agar bisa menyelesaikan perkuliahannya semata. Dan tidak sedikit mahasiswa yang kemudian berupaya memperbaiki kehidupan bangsanya. Mereka inilah yang kemudian berjuang melalui pergerakan-pergerakan mahasiswa baik yang terdapat dalam kampus maupun tidak. Namun berbagai pergerakan mahasiswa yang terbentuk belum mampu mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang bangkit.
Bila kita perhatikan, kegagalan pergerakan mahasiswa mengandung tiga titik poin. Pertama, Selama ini, pergerakan aktivis mahasiswa hanya menyerukan ide-ide sebatas perbaiki kebobrokan aparat pemerintahan, supremasi hukum, demokratisasi, turunkan harga bahan pokok, dsb yang merupakan ide-ide umum yang superfisial tanpa menyentuh akar permasalahan.
Kedua, ide-ide tersebut tak jelas, tanpa melalui proses studi kelayakan sehingga disimpulkan apakah baik untuk diadopsi ataukah tidak. Hal ini diperparah dengan daya pikir politis mahasiswa yang lemah sehingga arah perjuangan mereka pun tak tentu (pokoknya memperjuangkan hak rakyat), bahkan aksi-aksi yang dilakukan pun sekedar respon reaksioner terhadap permasalahan populer rakyat.
Ketiga, gerakan mahasiswa bukan merupakan gerakan yang ideologis. Hal ini membuat mahasiswa terbingungkan ketika dihadapkan pada perjuangan yang berbenturan dengan permasalahan yang masih asing atau suara mayoritas yang berkebalikan. Gerakan mereka lebih diarahkan oleh tren yang ada seperti demokratisasi dan otonomi tanpa menilik apakah ide tersebut pantas diperjuangkan. Oleh karenanya, untuk menuju pada kebangkitan hakiki maka harus diadakan rekonstruksi gerakan mahasiswa berdasar ketiga hal tadi.

Merunut permasalahan, Mencari jawaban
Tidak dipungkiri permasalahan bangsa yang menumpuk ini adalah permasalahan yang sistemik dan holistik. Satu sama lain saling berkaitan membentuk jejaring yang rumit. Bahkan menyangkut permasalahan mendasar negara kita. Negara kita adalah negara dengan mayoritas muslim bahkan dalam Undang-undang Dasar 1945 telah menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan negaranya. Namun dalam praktik perjalanan pemerintahannya justru meminggirkan peran Allah SWT dan membatasi pada aspek individu semata seperti pada proses pernikahan dan kematian.
Dengan sistem pemerintahan demokratisnya, pemerintah telah memberikan peluang bagi masing-masing individu dalam pemerintah untuk melakukan penyelewengan. Dan membuat kebijakan yang memberikan maslahat pada segelintir orang saja. Jadilah rakyat yang jadi korban.
Mahasiswa dalam upayanya memperbaiki kondisi ini dalam perjuangannya harus berpijak pada acuan perubahan yang sistemik, bukan hanya mengganti kabinet pemerintah dan pemimpin negara saja karena tidak akan menyelesaikan masalah. Perubahan ini haruslah kembali pada Undang-undang Dasar 1945 yakni menjadikan Allah SWT sebagai landasan dalam berkehidupan. Selain itu, konsep yang diperjuangkan harus jelas dan ideologis dengan mengupayakan kehidupan yang menjadikan peraturan Allah sebagai Undang-undang yang harus ditaati oleh seluruh rakyat.
Maka selayaknya enam agenda reformasi mahasiswa diganti dengan agenda revolusi, yakni: menjadikan Rasulullah sebagai tauladan dalam segala aspek kehidupan, menegakkan syariat Islam secara sistemik, memberantas akar permasalahan bangsa (kapitalisme), membersihkan pejabat yang tidak amanah dan kroninya, mengganti sistem demokrasi yang nyata kegagalannya, serta menegakkan pemerintahan yang menjamin diterapkannya sistem Islam. Untuk mengawalinya perlu dilakukan revitalisasi pergerakan mahasiswa.

buletin K' edisi 16

MENEROPONG SISI PUBLIK PEREMPUAN

Bulan April, Surabaya Plaza Hotel bekerjasama dengan Pusat Studi Perempuan (PSW) Unair kembali menyelenggarakan Anugerah “Kartini Award”. Tahun lalu, anugerah ini diberikan kepada para perempuan yang dinilai memiliki keunikan dalam profesinya. Seperti pemenang Kartini Award tahun 2007, Desak Nyoman Suarti, ia berprofesi sebagai seorang perajin perak dan pembina kesenian tradisional asal Ubud, Gianyar, Bali. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Ketua dewan juri dari Pusat Studi Perempuan (PSW) Unair, Liestianingsih D. Dayanti, mengapa Desak Nyoman Suarti memenangkan Kartini Award, adalah karena ia telah mendorong ibu-ibu tidak mampu di daerahnya untuk belajar menabuh gamelan yang selama ini lazimnya dimainkan oleh kaum laki-laki (Antara News, 2007). Pada tahun ini, tema yang diambil adalah bidang pariwisata. Dengan kriteria pemenang: berdedikasi tinggi pada profesinya; usia antara 18 – 60 tahun; didukung moril dari keluarga; berprestasi dibidangnya; memberikan manfaat dan memberdayakan ekonomi bagi orang disekitarnya; memiliki visi dan misi yang jelas; tetap memperhatikan sisi-sisi keperempuanannya (www.suarasurabaya.net , 2008).
Bulan ke-empat ini, selalu tak pernah lepas dari sosok bernama Kartini dimana bertepatan pada bulan ini Kartini dilahirkan. Sepeninggal Kartini, kelahirannya ditetapkan sebagai hari kebangkitan bagi perempuan. Bagaimanapun, amatlah disayangkan bila pengorbanan Kartini hanya dihargai dengan sekedar ber-kebaya, ber-sanggul, dan kini berupa penghargaan yang bertajuk “Kartini Award”. Bahkan beberapa aktivis perempuan menyalahartikan perjuangan Kartini sebagai upaya menyamakan posisi perempuan dan laki-laki. Padahal Kartini hanya menuntut agar perempuan diberi hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bukan untuk menyamakan posisi perempuan dan laki-laki. Hal ini seperti yang tertuang dalam suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya tanggal 4 Oktober 1902.
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan, agar perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Pandangan Khas Islam Tentang Perempuan
Salah satu ’prestasi’ yang berhasil diukir oleh ideologi kapitalisme sekular di negara-negara berkembang, khususnya Dunia Islam, adalah kaum perempuan sering mengalami marginalisasi, bahkan tak jarang dikorbankan. Ironisnya, keterpurukan nasib kaum perempuan yang menerapkan ideologi kapitalisme-sekular, malah menisbahkan penyebabnya pada sikap sebagian kaum Muslim yang teguh terhadap keyakinannya, tak jarang pula kesalahan juga dilemparkan kepada Islam yang dianggap sebagai penghambat kemajuan kaum perempuan.
Mari kita berhenti sejenak dan secara jernih melihat ke belakang tentang peran serta perempuan dalam meraih kemuliaan. Pada masa lalu, para shahâbiyah pernah mempertanyakan persoalan yang mungkin juga dipertanyakan perempuan zaman sekarang. Azma bin Yazid pernah bertanya tentang masalah yang membebani kaum perempuan, ” Ya Rasullullah, aku mewakili kaumku untuk bertanya kepada engkau. Bukankah Allah mengutusmu untuk seluruh umat, baik laki-laki maupun perempuan. Kami beriman kepadamu dan Tuhanmu, namun kami merasa diperlakukan tidak sama dengan kaum laki-laki. Kami adalah golongan yang serba terbatas dan terkurung. Kerja kami hanyalah menunggu rumah kalian, memelihara dan mengandung anak kalian. Kami tidak diberikan kesempatan untuk melakukan seperti yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Kami tidak diberi kesempatan mendapatkan pahala shalat Jumat, menengok orang sakit, merawat jenazah, berhaji(kecuali disertai mahram) dan amalan yang paling utama jihad fî sabîlillâh. Ketika kalian pergi berjihad, kami bertugas menjaga harta dan anak kalian, serta menjahit pakaian kalian. Apakah mungkin dengan itu kami memperoleh pahala dari amalan yang kalian lakukan?”
Rasulullah takjub mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Beliau lalu menjawab, ”Asma’, pahami dan sampaikan kata-kata ini kepada kaummu. Pengabdianmu kepada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang dilakukan suami-suami kalian(laki-laki).
Inilah kesetaraan hakiki yang dimaksudkan oleh Islam, laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab dan peran yang seimbang sesuai potensi dan kelebihannya. Bagaimanapun, kemuliaan pokok perempuan tidaklah dapat dipahami dan diterima melainkan dengan hati yang penuh keimanan.
Hanya saja di samping kedudukan perempuan sebagai hamba Allah, kaum perempuan tidak bisa menafikan keberadaannya sebagai bagian dari masyarakat, sebagai agama yang sempurna, Islam memandang setiap persoalan kemanusiaan tanpa pernah membedakan apakah masalah tersebut itu masalah laki-laki atau perempuan. Islam memandang setiap persoalan manusia sebagai tanggung jawab kaum Muslim. Tujuan utamanya adalah terjaminnya kebutuhan semua pihak dalam tataran individu, keluarga, maupun negara. Dari sinilah mahasiswa-baik laki-laki maupun perempuan- sudah sepatutnya untuk peduli dan turut memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada, bukan menambah masalah yang ada atau hanya sekedar mengkritik tetapi minim solusi!
Berkaitan dengan hak, Islam telah memberikan keluluasan bagi laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan aktivitas perdagangan, perindustrian, pertanian, transaksi, serta memiliki setiap jenis harta dan mengembangkannya, sebagaima firman Allah dalam surat an-Nisa[4]:32. Islam tidak melarang perempuan bekerja(tetapi hal ini bukan berarti bahwa perempuan wajib bekerja), asalkan sesuai dengan syariat, seperti: tidak berkhalwat, tidak memenuhi pekerjaan yang mengeksploitasi sisi keperempuanannya, dll.
Selain itu, pelaksanaan dari peran publik, sebagaimana laki-laki, perempuan wajib mengurus urusan umat(aktivitas berpolitik dalam islam). Dan peran perempuan dalam aktivitas berpolitik seperti bergabung dalam kelompok dakwah, mengoreksi, dan menasehati penguasa, harus disadari sebagai perwujudan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sebagai sarana meraih kekuasaan ataupun jabatan.
Perlu dipahami pula, bahwa peran laki-laki dan perempuan tidak berarti sama rata dalam tanggung jawab dan hak untuk semua hal. Menyangkut kemampuan dan potensi masing-masing laki-laki dan perempuan, Allah telah memberikan tugas yang seimbang dengan kemampuannya. Misalnya, ketika Allah membebankan tugas dan kehamilan atas perempuan, Allah menciptakan kesanggupan untuk memikul tanggung jawab tersebut yang tidak dimiliki laki-laki, dalam kacamata kedokteran hal ini dapat dilihat dari segi anatomi manusia dimana perempuan memiliki rahim sedangkan laki-laki tidak. Dengan demikian dapat dipastikan, bahwa Allah yang menciptakan keseimbangan potensi yang dimiliki seseorang dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang. Sebab, Allah tidak akan menzalimi dan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya.

Belajar dari Shahabiyah
Sesungguhnya amat banyak pelajaran yang dapat diambil dari para shahâbiyah (para sahabat perempuan Nabi saw.) tentang bagaimana perempuan mencari kemuliaannya. Rasulullah saw telah menyampaikan kepada kita tentang penghargaan Islam terhadap peran pokok perempuan, sebagaimana sabda Beliau kepada putrinya, Fathimah:
Fathimah, jika perempuan mengandung anak di perutnya, malaikat pasti akan memohonkan ampun baginya, dan Allah pasti akan menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapuskan seribu kejelekannya. Ketika perempuan itu merasa sakit saat melahirkan, Allah akan menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah Swt. Jika ia melahirkan bayi, keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Dan tidak akan keluar dari dunia dengan suatu dosa apa pun. Di kuburnya ia akan ditempatkan di taman-taman surga. Allah memberikan pahala seribu ibadah haji dan umrah dan seribu malaikat memohonkan ampun baginya hingga Hari Kiamat.
Demikianlah Allah swt. telah mengatur kehidupan secara adil dan seimbang. Adakalanya Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dengan memandangnya sebagai manusia, adakalanya Allah memberikan beban yang berbeda, karena sifat dan tabiat khusus sebagai laki-laki dan perempuan sebagai bentuk pengarahan aktivitas berdasarkan sifat dan tabiatnya masing-masing. Dengan demikian, adanya kekhususan-kekhususan tersebut tidak bisa dipandang sebagai bentuk diskriminasi syariat islam terhadap perempuan, sebagaimana ditudingkan oleh kalangan feminis dan liberalis. Justru hal ini menunjukkan bahwa aturan-aturan Allah sangat manusiawi dan holistik, mengingat fakta perbedaan jenis manusia dengan implikasinya merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan sama sekali. Bahkan, bisa dipahami bahwa dengan adanya perbedaan-perbedaan ini, keduanya bisa saling mengisi dan melengkapi dalam menegakkan aturan Allah di muka bumi ini.

buletin K' edisi 15

PEMIRA, TONGGAK SEBUAH PERUBAHAN

Pada 31 Maret lalu, PEMIRA Unair selesai digelar. Terlepas dari pro-kontra yang ada, sejatinya semua mahasiswa mempunyai harapan yang sama menuju Unair yang lebih baik melalui ormawa yang ada. Tak bisa dipungkiri bahwa peran mahasiswa sangat penting dalam perubahan bangsa. Agent of change adalah predikat yang tak bisa dilepaskan dari mahasiswa, bukti nyata akan peran mahasiswa nampak pada sejarah perubahan bangsa ini.
Dimulai sejak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, kemerdekaan 1945, bangkitnya orde baru 1966, dan bangkitnya orde reformasi 1998. Motor pergerakan itu bukanlah para sesepuh-sesepuh yang berdiri saja mereka tidak bisa. Melainkan seorang pemuda. Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, sekolah yang disediakan Belanda di Jakarta. Mereka melakukan perubahan di tubuh Indonesia yang pada saat itu dijajah oleh pemerintahan Belanda. Dua puluh tahun berselang, ikrar Sumpah Pemuda pada tshun 1928 yang mengarus utamakan persatuan agar tercipta sebuah perubahan, dan sekali lagi peristiwa ini tidak lepas dari peran serta pemuda.
Lebih dekat lagi, peristiwa kemerdekaan Indonesia yang masih selalu kita peringati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia hanya dengan Upacara bendera. Ketika beberapa hari menjelang detik-detik kemerdekaan, terjadi silang pendapat antara golongan muda dan tua dalam hal penyegeraan proklamasi kemerdekaan, dimana golongan muda menginginkan proklamasi kemerdekaan untuk disegerakan. Kalau saja para pemuda tidak bergerak dan memaksa golongan tua, mungkin kemerdekaan tidak akan pernah kita rasakan saat ini.
Di sisi lain, masih ingatkah dengan Gie. Seorang Mahasiswa UI yang dengan kekritisan dan keberaniannya dapat membangkitkan semangat mahasiswa untuk melakukan perubahan menentang ketidakadilan. Seorang pribadi pemberani, jujur, dan lugas yang berpegang bahwa lebih baik di asingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Setidaknya ia memberikan inspirasi kepada para pemuda khususnya mahasiswa untuk bergerak menuju perubahan yang ideal.
Pada masa Orde Baru penguasa mendepak para pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama pendorong mobil RI yang mogok, sekaligus penggantian sopir dari Soekarno ke Soerharto. Bahkan sejak akhir tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus. Sebaliknya para tentara diguritakan ke dalam tatatan masyarakat sipil lewat dwifungsi ABRI. Bahkan yang masih segar di benak kita, peristiwa Tri Sakti yakni peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998 terhadap mahasiswa pada saat demontrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Sayang, semangat perjuangan mahasiswa saat ini ternodai dengan aksi anarkis beberapa mahasiswa, bentrok antarmahasiswa Fakultas Teknik dengan mahasiswa FISIP, Fakultas Ekonomi, dan melibatkan mahasiswa Sastra Universitas Hasanuddin (Unhas). Selain itu, aksi brutal lainnya terjadi di rumah pribadi Rektor Unhalu, Prof Ir Mahmud Hamundu, MSc, selain rumah rektor dilempari batu oleh oknum pemuda atau mahasiswa juga satu unit mobil truk milik rektor dibakar. (Liputan 6.com,29/03/2008). Hal seperti itu harusnya tidak dilakukan mengingat mahasiswa adalah calon pemimpin bangsa ini. Mahasiswa harusnya kritis dan peduli dengan kondisi bangsa, bukan bertindak dengan pemikiran yang dangkal.
Dari serangkaian kejadian satu masa ke masa yang lain, dapat diambil suatu benang merah. Bahwa mahasiswalah yang berperan untuk membuat perubahan pada setiap kondisi yang tidak ’normal’. Mahasiswalah pemimpin dari setiap perubahan yang ada. Karena mahasiswa mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah-kekuatan nalar, semangat muda, sifat kritis, kematangan logika, dan ‘kebersihan’ dari noda orde masanya. Mahasiswa adalah motor penggerak utama perubahan. Mahasiswa diakui perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat
Seorang mahasiswa sejatinya mampu membuat arus perubahan. Dengan modal kekritisan mahasiswa sudah mampu mengaruskan perubahan ditengah-tengah masyarakat. Karena dengan modal itu pula mereka dapat mengetahui bagaimana rusak dan bobroknya negara. Kekritisan itulah yang membuat kaki dan tangan mereka bergerak melakukan sebuah gebrakan.
Sayangnya potensi mahasiswa yang besar ini dilumat oleh kurikulum-kurikulum kampus yang membuat mahasiswa dipersibuk dengan tugas dan praktikum. Kondisi ini secara tidak langsung telah mengurangi kekritisan mahasiswa akan kondisi yang terjadi pada masyarakatnya saat ini. Jangankan dalam lingkup masyarakat, terkadang mahasiswa tidak memberikan perhatian terhadap lingkungan kampusnya sendiri.
Seperti pada kasus diubahnya Unair menjadi BHMN yang merupakan bentuk kapitalisasi pendidikan. Berapa persenkah mahasiswa Unair yang mengetahui? Berapa persenkah mahasiswa Unair yang mencoba mengkritisinya? Hanya segolongan kecil saja. Belum lagi dengan permasalahan konversi minyak tanah menjadi elpiji yang memberikan efek domino berupa kenaikan harga minyak tanah, kelangkaan BBM, kenaikan harga sembako, meroketnya harga elpiji dan permasalahan lainnya.
Presiden BEM dan para legislatif yang terpilih merupakan orang-orang yang kritis akan kondisi kampus dan masyarakatnya. Dengan ini, muncul harapan untuk mensuasanakan mahasiswa yang lain untuk menjadi kritis terhadap kebijakan-kebijakan dan perubahan yang ada. Baik kebijakan-kebijakan yang diperuntukkan bagi internal maupun ekternal organisasi. Hal ini tentunya dilakukan tanpa meninggalkan tugas ’utama’ mereka sebagai kaum intelektual yang secara otomatis membuat mereka harus menguasai bidang ilmu yang mereka tekuni di perkuliahan
Tidak hanya kritis, diharapkan pula presiden BEM dan legislatif yang terpilih juga mampu menjadikan diri sendiri dan orang lain sebagai orang yang berani mengingatkan pihak berwenang manakala kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat atau menyengsarakan civitas akademika Unair dan masyarakat umum. Sehingga PEMIRA Unair menjadi lebih berarti tidak hanya sebagai pesta demokrasi mahasiswa yang nantinya berlalu begitu saja setelah tahu siapa yang memenangkannya.
Rasulullah SAW telah berpesan ”Siapa saja yang bangun di pagi hari dan tidak mempedulikan urusan umat maka dia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslim).”(HR al-Hakim dari Ibnu Mas’ud)
Demikian pula dalam hadis yang lain Rasul juga bersabda:
”Siapa saja yang menyaksikan penguasa zalim-yang melanggar hukum-hukum Allah, mengingkari perjanjian dengan Allah, menyalahi Sunnah Rasululah saw. Serta memperlakukan hamba-hamba Allah dengan buruk dan penuh permusuhan- tetapi dia tidak mengubahnya dengan ucapan ataupun indakan, maka Allah berhak memasukannya ke dalam api neraka.” (HR ath-Thabari dan Ibn al-Atsir)
Dua wasiat Rosulullah SAW ini telah memberi pijakan bagi kita untuk menjadi orang yang senantiasa menyeru orang lain untuk menuju kebaikan dan menentang segala bentuk kemunkaran dan kedzoliman. Semoga kita menjadi orang-orang yang memegang teguh wasiat Rasullah Muhammad SAW. Amin...

 
 

Cursors