Wednesday, July 02, 2008

buletin K' edisi 15

PEMIRA, TONGGAK SEBUAH PERUBAHAN

Pada 31 Maret lalu, PEMIRA Unair selesai digelar. Terlepas dari pro-kontra yang ada, sejatinya semua mahasiswa mempunyai harapan yang sama menuju Unair yang lebih baik melalui ormawa yang ada. Tak bisa dipungkiri bahwa peran mahasiswa sangat penting dalam perubahan bangsa. Agent of change adalah predikat yang tak bisa dilepaskan dari mahasiswa, bukti nyata akan peran mahasiswa nampak pada sejarah perubahan bangsa ini.
Dimulai sejak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, kemerdekaan 1945, bangkitnya orde baru 1966, dan bangkitnya orde reformasi 1998. Motor pergerakan itu bukanlah para sesepuh-sesepuh yang berdiri saja mereka tidak bisa. Melainkan seorang pemuda. Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, sekolah yang disediakan Belanda di Jakarta. Mereka melakukan perubahan di tubuh Indonesia yang pada saat itu dijajah oleh pemerintahan Belanda. Dua puluh tahun berselang, ikrar Sumpah Pemuda pada tshun 1928 yang mengarus utamakan persatuan agar tercipta sebuah perubahan, dan sekali lagi peristiwa ini tidak lepas dari peran serta pemuda.
Lebih dekat lagi, peristiwa kemerdekaan Indonesia yang masih selalu kita peringati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia hanya dengan Upacara bendera. Ketika beberapa hari menjelang detik-detik kemerdekaan, terjadi silang pendapat antara golongan muda dan tua dalam hal penyegeraan proklamasi kemerdekaan, dimana golongan muda menginginkan proklamasi kemerdekaan untuk disegerakan. Kalau saja para pemuda tidak bergerak dan memaksa golongan tua, mungkin kemerdekaan tidak akan pernah kita rasakan saat ini.
Di sisi lain, masih ingatkah dengan Gie. Seorang Mahasiswa UI yang dengan kekritisan dan keberaniannya dapat membangkitkan semangat mahasiswa untuk melakukan perubahan menentang ketidakadilan. Seorang pribadi pemberani, jujur, dan lugas yang berpegang bahwa lebih baik di asingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Setidaknya ia memberikan inspirasi kepada para pemuda khususnya mahasiswa untuk bergerak menuju perubahan yang ideal.
Pada masa Orde Baru penguasa mendepak para pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama pendorong mobil RI yang mogok, sekaligus penggantian sopir dari Soekarno ke Soerharto. Bahkan sejak akhir tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus. Sebaliknya para tentara diguritakan ke dalam tatatan masyarakat sipil lewat dwifungsi ABRI. Bahkan yang masih segar di benak kita, peristiwa Tri Sakti yakni peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998 terhadap mahasiswa pada saat demontrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Sayang, semangat perjuangan mahasiswa saat ini ternodai dengan aksi anarkis beberapa mahasiswa, bentrok antarmahasiswa Fakultas Teknik dengan mahasiswa FISIP, Fakultas Ekonomi, dan melibatkan mahasiswa Sastra Universitas Hasanuddin (Unhas). Selain itu, aksi brutal lainnya terjadi di rumah pribadi Rektor Unhalu, Prof Ir Mahmud Hamundu, MSc, selain rumah rektor dilempari batu oleh oknum pemuda atau mahasiswa juga satu unit mobil truk milik rektor dibakar. (Liputan 6.com,29/03/2008). Hal seperti itu harusnya tidak dilakukan mengingat mahasiswa adalah calon pemimpin bangsa ini. Mahasiswa harusnya kritis dan peduli dengan kondisi bangsa, bukan bertindak dengan pemikiran yang dangkal.
Dari serangkaian kejadian satu masa ke masa yang lain, dapat diambil suatu benang merah. Bahwa mahasiswalah yang berperan untuk membuat perubahan pada setiap kondisi yang tidak ’normal’. Mahasiswalah pemimpin dari setiap perubahan yang ada. Karena mahasiswa mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah-kekuatan nalar, semangat muda, sifat kritis, kematangan logika, dan ‘kebersihan’ dari noda orde masanya. Mahasiswa adalah motor penggerak utama perubahan. Mahasiswa diakui perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat
Seorang mahasiswa sejatinya mampu membuat arus perubahan. Dengan modal kekritisan mahasiswa sudah mampu mengaruskan perubahan ditengah-tengah masyarakat. Karena dengan modal itu pula mereka dapat mengetahui bagaimana rusak dan bobroknya negara. Kekritisan itulah yang membuat kaki dan tangan mereka bergerak melakukan sebuah gebrakan.
Sayangnya potensi mahasiswa yang besar ini dilumat oleh kurikulum-kurikulum kampus yang membuat mahasiswa dipersibuk dengan tugas dan praktikum. Kondisi ini secara tidak langsung telah mengurangi kekritisan mahasiswa akan kondisi yang terjadi pada masyarakatnya saat ini. Jangankan dalam lingkup masyarakat, terkadang mahasiswa tidak memberikan perhatian terhadap lingkungan kampusnya sendiri.
Seperti pada kasus diubahnya Unair menjadi BHMN yang merupakan bentuk kapitalisasi pendidikan. Berapa persenkah mahasiswa Unair yang mengetahui? Berapa persenkah mahasiswa Unair yang mencoba mengkritisinya? Hanya segolongan kecil saja. Belum lagi dengan permasalahan konversi minyak tanah menjadi elpiji yang memberikan efek domino berupa kenaikan harga minyak tanah, kelangkaan BBM, kenaikan harga sembako, meroketnya harga elpiji dan permasalahan lainnya.
Presiden BEM dan para legislatif yang terpilih merupakan orang-orang yang kritis akan kondisi kampus dan masyarakatnya. Dengan ini, muncul harapan untuk mensuasanakan mahasiswa yang lain untuk menjadi kritis terhadap kebijakan-kebijakan dan perubahan yang ada. Baik kebijakan-kebijakan yang diperuntukkan bagi internal maupun ekternal organisasi. Hal ini tentunya dilakukan tanpa meninggalkan tugas ’utama’ mereka sebagai kaum intelektual yang secara otomatis membuat mereka harus menguasai bidang ilmu yang mereka tekuni di perkuliahan
Tidak hanya kritis, diharapkan pula presiden BEM dan legislatif yang terpilih juga mampu menjadikan diri sendiri dan orang lain sebagai orang yang berani mengingatkan pihak berwenang manakala kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat atau menyengsarakan civitas akademika Unair dan masyarakat umum. Sehingga PEMIRA Unair menjadi lebih berarti tidak hanya sebagai pesta demokrasi mahasiswa yang nantinya berlalu begitu saja setelah tahu siapa yang memenangkannya.
Rasulullah SAW telah berpesan ”Siapa saja yang bangun di pagi hari dan tidak mempedulikan urusan umat maka dia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslim).”(HR al-Hakim dari Ibnu Mas’ud)
Demikian pula dalam hadis yang lain Rasul juga bersabda:
”Siapa saja yang menyaksikan penguasa zalim-yang melanggar hukum-hukum Allah, mengingkari perjanjian dengan Allah, menyalahi Sunnah Rasululah saw. Serta memperlakukan hamba-hamba Allah dengan buruk dan penuh permusuhan- tetapi dia tidak mengubahnya dengan ucapan ataupun indakan, maka Allah berhak memasukannya ke dalam api neraka.” (HR ath-Thabari dan Ibn al-Atsir)
Dua wasiat Rosulullah SAW ini telah memberi pijakan bagi kita untuk menjadi orang yang senantiasa menyeru orang lain untuk menuju kebaikan dan menentang segala bentuk kemunkaran dan kedzoliman. Semoga kita menjadi orang-orang yang memegang teguh wasiat Rasullah Muhammad SAW. Amin...

0 Komentar:

<< Home

 
 

Cursors