Sunday, March 11, 2007

Buletin K' edisi 6

BERAS MAHAL: Tanya Kenapa!

Waah..setelah sekian lama K' gak nongol, kali ini terbit dengan tema aktual. Soal beras emang gak pernah bosen tuk dibahas. Karena beras adalah kebutuhan pokok buat orang asli Indonesia.
Tak henti-hentinya negeri ini dirundung malang. Berbagai bencana telah melanda kita: kecelakaan pesawat hingga kapal laut beruntun terjadi, banjir yang melanda ibukota, wabah DBD yang senantiasa menjadi momok setiap tahun. Kini masyarakat disuguhi dengan kenaikan harga beras yang mencekik. Kita tahu, masyarakat Indonesia masih menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok, sehingga apa jadinya jika kebutuhan yang pokok saja sulit untuk dijangkau. Kenaikan harga beras sudah berulang kali terjadi pada masa pemerintahan SBY-JK.
Saat ini, beras telah menjadi barang yang mahal bagi rakyat. Di sejumlah daerah seperti di Banten, Ternate dan Maluku Utara, mereka terpaksa mengurangi konsumsi beras keluarganya dari 3 kg menjadi 2 kg perhari. Bahkan di Cirebon, mereka beralih ke beras aking yang harganya Rp. 1.500 – Rp. 2.000/kg. Ironis, krisis beras terjadi justru di negeri yang katanya mempunyai predikat sebagai negara agraris danpernah berswasembada pangan!!!
Melihat kondisi rakyatnya, pemerintahpun berupaya melakukan strategi untuk mengatasi masalah itu. Operasi pasar dan impor beras adalah jurus andalan yangseringa dipakai pemerintah guna menstabilkan harga beras. Namun, kebijakan ini mengundang kecaman dari berbagai kalangan.
Operasi pasar yang dilakukan pemerintah tak mampu menjadi solusi tuntas, tetapi hanya mampu meredam kenaikan harga beras sementara. Pengamat ekonomi, Umar Juoro menegaskan bahwa operasi pasar hanyalah bersifat sesaat. Sementara itu, kebijakan impor beras yang dilakukan terkesan serampangan. Impor beras justru menguntungkan para spekulan, bukan petani. Petani justru semakin dirugikan. Karena itu, optimalisasi peran bulog harus segera dilakukan. Bulog sebagai lembaga yang bertugas menstabilkan harga beras di pasarana, harusnya mengawasi ketersediaan dan distribusi beras yang ada di pasaran. Beberapa waktu yang lalu, ketika bulog melakukan penyediaan beras murah.beras miskin, yang terjadi justru banyak pedagang yang mengambil keuntungan dengan menggunakan jokie; bahkan di beberapa daerah, terdapat kasus penilapan beras yang dilakukan oleh distributor yang dipercaya Bulog untuk mendistribusikannya.
Krisis beras yang ada di Indonesia dimulai sejak Indonesia bergabung ke dalam WTO (Wolrd Trade Organization) dan meratifikasi aturan AoA (Agreement of Agriculture) WTO melalui UU No. 7/1994. setelah itu, impor beras terus meningkat dari periode 1995-1997 yang hanya sekitar 1,5 juta ton per tahun menjadi sekitar 3,3 juta ton per tahun pada periode 1998-2002. bahkan saat ini, Indonesia adalah pengimpor beras terbesar di dunia. Kebijakan impor beras itu tentunya akan membuat petani semakin merana. Tak hanya itu, pemerintah juga diharuskan untuk berkomitmen menyukseskan agenda liberalisasi pasar (neoliberalisme). Efek dari semua ini bisa kita rasakan melalui berbagai kebijakan kontroversial seperti pencabutan sejumlah subsidi, pembuakaan pasar, privatisasi BUMN, dll.
Ketua Komisi IV DPR, Yusuf Faishal, menduga bahwa ada konspirasi dari dunia internasional untuk merusak pasar beras Indonesia. Konspirasi tersebut dimungkinkan lantaran adanya keinginan dari pihak luar negeri yang tak dijalankan atau ada perjanjian yang tak dipatuhi.
Pengamat ekonomi, Umar Juoro menyatakan krisis beras ini disebabkan oleh kesalahan produksi dan distribusi. Beras merupakan kebutuhan pokok sehingga peningkatan produksi harus dilakukan. Upaya untuk meningkatkan kemampuan produksi beras nasional dapat ditempuh melalui pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan baku untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Upaya peningkatan produksi memang lebih rasional untuk dilakukan, mengingat kita adalah negara agraris daripada mengambil langkah impor beras yang justru berbuntut panjang. Selain itu, distribusi beras harus terus diawasi oleh pemerintah. Bergantinya status Bulog sebagai perusahaan menjadikan bulog berorientasi pada profit, perannya pun menjadi tidak optimal. Karena itu, tanggung jawab Bulog dalam melayani masyarakat harus segera dikembalikan.
Untuk bebas krisis beras, pemerintah harus melepaskan diri dari kungkungan berbagai lembaga internasional yang kerap memeras negeri ini. Sayang, pemerintah sering mengulang kesalahan dengan mengharapkan bantuan asing. Padahal, kapitalisme yang diusung banyak lembaga internasional seperti WTO dengan program AoA-nya, justru meliberalisasikan sektor pertanian yang akan makin memiskinkan Indonesia. Wajar saja, sebab watak kapitalisme adalah menjajah bangsa lain.
Saatnya pemerintah membuktikan loyalotas kepada rakyatnya. Pemerintah yang amanah adalah pengayom dan pelindung rakyatnya. “Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya” [HR. Bukhari dan Muslim].

0 Komentar:

<< Home

 
 

Cursors