Wednesday, July 02, 2008

buletin K' edisi 19

NAPAK TILAS PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN H5N1

Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan Di Balik Virus Flu Burung. Inilah judul buku yang ditulis oleh Ibu Menteri Kesehatan kita Siti Fadilah Supari. Tulisan yang cukup mendobrak wacana berfikir masyarkat Indonesia. Mengungkap fakta ketidakadilan lembaga kesehatan dunia dalam kasus virus flu burug H5N1. Selama ini WHO dianggap sebagai lembaga yang bergerak dibidang kemanusiaan namun ternyata Bu Menkes menemukan sesuatu yang bertentangan dengan asumsi kebanyakan masyarakat.
Dalam buku ini Bu Menkes mengawali kisahnya dengan menceritakan kegerahan pada mekanisme GISN (Global Influenza Surveillance Network). Sejak 50 tahun lalu 110 negara di dunia dengan kasus flu biasa harus mengirimkan spesimennya ke GISN yang kemudian menjadi milik GISN. Virus yang telah beralih kepemilikan ke GISN ini kemudian diteliti, sehingga terciptalah vaksin. Vaksin ini akan didistribusikan ke seluruh dunia dengan tidak cuma-cuma. Ketika dunia dihebohkan dengan adanya flu burung, mekanisme ini pula yang dipakai oleh WHO. Vietnam sebagai negara yang pertama kali terjadi kasus flu burung harus mengirimkan virusnya ke WHO CC (Collaborating Center). Alangkah malangnya Vietnam, karena setelah itu Negara ini tidak mengetahui kemana dan apa yang terjadi dengan virusnya. Dan tiba-tiba di dunia telah beredar vaksin flu burung dengan strain Vietnam.
Hal serupa terjadi dengan Indonesia. Tahun 2006 flu burung telah endemik (tempat menyebarnya penyakit/wabah) di 30 propinsi (218 kabupaten/kota) dari 33 propinsi. Tahun 2007, akibat kematian pada manusia baertambah (113 dari 190 angka kematian tingkat dunia), memaksa kalangan peternakan untuk melaksanakan prioritas penanggulangan flu burung tahun 2007.
Hal serupa terjadi dengan Indonesia. Tahun 2005 ketika di Indonesia terjangkit virus flu burung, dengan ‘patuhnya’ Indonesiapun mengirim virus flu burung ke WHO. Kemudian tahun 2006 diketahui bahwa virus Indonesia lebih ganas daripada virus dari negara lain. Artinya vaksin dengan strain Indonesia bisa digunakan lebih luas dari strain lainnya. Awal tahun 2007, Indonesia dikejutkan dengan munculnya vaksin flu burung strain Indonesia yang dibuat oleh perusahaan Australia, CSL, padahal Indonesia tidak pernah mengirimkan virusnya ke negara manapun kecuali WHO. Dan ternyata memang Australia mendapatkan virus flu burung Indonesia dari WHO CC.
Selain itu, ada satu misteri yang melingkupi perjalanan virus flu burung, yakni tempat penyimpanan data virus flu burung yang bertempat di Los Alamos. Di tempat ini virus flu burung dikuasai oleh sedikit ilmuwan yang terdiri dari 15 grup peneliti, 4 dari 15 peneliti ini berasal dari WHO CC, sisanya tidak diketahui asalnya dengan jelas. Los Alamos adalah laboratorium di New Mexico berada di bawah Kementerian Energi Amerika Serikat. Di Laboratorium inilah Bom Atom Hiroshima dirancang. Laboratorium ini pula yang telah melahirkan senjata biologis pada perang Vietnam. Dan data DNA virus flu burung ada di tempat yang sama. Kapan dibuat sebagai vaksin dan kapan dibuat sebagai senjata kimia tidak ada yang tahu. Benar-benar sangat membahayakan nasib manusia sedunia.
Perjuangan Seorang Menteri Kesehatan
Kejadian ini membuat Bu Menkes bertekad untuk mengungkap dan mengubah ketidakadilan dan ketidaktransparanan mekanisme virus sharing yang terjadi di WHO. Untuk mengetahui dengan jelas akan dijadikan apa virus flu burung yang dikirim ke WHO dan akan dibawa kemana virus tersebut. Perjuangan beliau diawali dengan mengadakan HLTM (High Level Technical Meeting) dan HLM (High Level Meeting) yang menghasilkan Dekalarasi Jakarta yang isinya mendesak WHO untuk merancang mekanisme baru dan membuat standar mekanisme virus sharing yang adil dan transparan. Dengan kata lain WHO harus mengubah sistem GISN yang tidak adil dan transparan. Deklarasi Jakarta ini kemudian dibawa ke WHA (World Health Assembly) -pertemuan para menteri sedunia- . Dalam pertemuan ini Indonesia akhirnya dengan dukungan dari 24 negara lainnya Indonesia mampu mengajukan perubahan mekanisme dan aturan organisasi kesehatan dunia ini.
Ketika Indonesia mengajukan draft resolusi yang diilhami oleh Deklarasi Jakarta pemerintah Indonesia harus berhadapan dengan negara adidaya Amerika Serikat yang mengusulkan bahwa mekanisme virus sharing GISN WHO -yang sarat ketidakadilan- tidak boleh diubah dan dipinggirkan. ”Dalam hati saya bertanya, apa hubungannya AS dengan WHO, atau GISN di WHO, mengapa AS mempertahankan sistem yang menurut pandangan saya adalah merupakan perampasan hak negara miskin affected countries oleh organisasi global yang seharusnya netral. Apa keuntungan dari AS dengan adanya GISN di WHO tersebut, atau kalau pertanyaan saya dibalik apa GISN selama ini menguntungkan AS?” Demikian Bu Menkes menulis dalam bukunya.
Mengambil Sebuah Pelajaran
Melalui buku yang berjudul Saatnya Dunia Berubah ini kita mengetahui keberanian seorang ibu Menteri Kesehatan. Bu Menkes Siti Fadilah Supari telah memberikan terobosan baru di dunia dengan menunjukkan keberaniaannya melawan ketidakadilan organisasi global yang sekarang ini jarang didapati pada putra-putri bangsa ini apalagi dengan statusnya sebagai pejabat negara bahkan seorang menteri. Meskipun beliau harus berhadapan dengan negara adidaya, Amerika Serikat.
Dalam kejadian ini Bu Menkes menemukan sesuatu yang mungkin selama ini tidak diketahui oleh banyak orang. Yakni adanya peran besar Amerika Serikat dalam organisasi dunia WHO. Namun bagi orang biasa melihat sesuatu dengan jeli akan diketahui bahwa dalam setiap kebijakan WHO harus mendapat ’persetujuan’ dari AS. WHO hanyalah alat pelegitimasian dari Amerika atas kebijakannya agar bisa dianggap sebagai keputusan dunia. Amerika Serikat memiliki hak veto apabila ada keputusan WHO yang tidak sesuai dengannya. Hal ini seperti yang terjadi saat negara-negara yang tergabung dalam WHO mengeluarkan resolusi WHO yang ’mengutuk’ tindakan Israel di Palestina, namun Amerika memvetonya sehingga akhirnya resolusi tersebut tidak jadi dikeluarkan.
Selama ini pemerintahan kita dan negera-negara lain di dunia selalu ’tunduk’ pada mekanisme dan aturan yang dibuat oleh WHO yang notabene ’anak’ Amerika Serikat sang empunya negara Kapitalis. Semua kebijakan yang melingkupi dunia sesuai dengan arahan Amerika. Pun terkait dengan masalah kesehatan. Mekanisme dan aturan kesehatan global dibuat oleh negara Paman Sam ini, seperti yang terjadi pada kasus GISN. Ibu Menteri Kesehatan telah membuka mata dunia tentang semua ini. Berusaha membuat mereka sadar akan kedaulatan bangsanya.
Mahasiswa Harapan Umat
Keberanian Bu Menkes mengubah ketidakadilan mekanisme GISN ini hendaknya menjadi pencerahan bagi putra-putri bangsa ini yang selama ini membisu dengan kedzaliman dan perbudakan yang dilakukan oleh negara adidaya. Sudah saatnya mahasiswa ikut berperan dalam memerangi kedzaliman dan ketidakadilan yang selama ini mewarnai dunia. Mengungkap dan memerangi pembodohan besar-besaran yang dilakukan oleh WHO dan Amerika Serikat kepada negara-negara dunia. Negara miskin disuruh sakit dan yang menikmati laba penjualan vaksin adalah negara-negara kaya yang notabene sekutu Amerika Serikat.
Kita sebagai mahasiswa kaum intelektual yang dianggap lebih oleh masyarakat, hendaknya tergerak untuk menguak kebohongan global ini. Apalagi telah umum diketahui bahwa mahasiswa adalah yang memiliki idealisme tinggi yang merupakan modal awal bagi para pemuda terutama mahasiswa untuk kritis dan berani bergerak mewujudkan idealisme yang tertanam pada diri mereka. Mahasiswa-lah tonggak perubahan. Mahasiswa adalah agent of change. Kini saatnya mahasiswa berjuang melepaskan diri dari penjajahan dan hegemoni imperium kapitalis yang dimotori oleh Amerika Serikat. Tepat kiranya judul buku Bu Menkes, Saatnya Dunia Berubah dan mahasiswalah motor perubahannya. Mari berjuang bersama-sama mengubah dunia dan menggapai kehidupan yang sejahtera serta diridhoi Allah SWT.

0 Komentar:

<< Home

 
 

Cursors