Wednesday, July 02, 2008

buletin K' edisi 18

SEABAD KEBANGKITAN: SEJAUH MANA?

Seabad sudah kita memperingati hari kebangkitan nasional Indonesia. Hari kebangkitan yang notabene diawali dengan berdirinya organisasi kepemudaan Boedi Oetomo. Jika kita melihat kondisi Indonesia saat ini benarkah kebangkitan benar-benar kita raih? Kebangkitan hakiki yang bermakna adanya perubahan dari kondisi yang carut marut menuju yang lebih baik.
Seratus tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebuah bangsa yang dikatakan mengalami kebangkitan. Ini berarti telah banyak perubahan yang terjadi di Indonesia, dan dengan rentang waktu yang seratus tahun ini harusnya Indonesia telah menjadi negara yang besar. Seberapa besar capaian bangsa Indonesia setelah seratus tahun lamanya bangkit?

Capaian 100 tahun kebangkitan
Dalam satu abad kebangkitan ini ada moment berharga yang diprakarsai oleh mahasiswa yakni terjadinya reformasi pada tahun 1998. Dengan demikian berarti tahun ini kita telah menikmati 10 tahun kehidupan pasca reformasi yang menawarkan banyak kebebasan, mulai dari kebebasan berpendapat dan berorganisasi sampai kebebasan berekspresi Namun, benarkah 10 tahun pasca reformasi sekaligus 100 tahun kebangkitan ini telah mengantarkan Indonesia pada kondisi yang lebih baik?
Menurut suatu stasiun televisi swasta nasional, salah satu dari 10 hal atau kondisi yang bisa dicapai Indonesia dalam masa 10 tahun pasca reformasi adalah harga BBM yang kian meroket. Bahkan harga BBM pada 10 tahun pasca reformasi ini dipastikan akan naik dengan kenaikan hingga 20-30 persen. Kepastian ini seperti halnya yang telah disampaikan oleh Menko Ekonomi Indonesia Boediono setelah rapat terbatas di kantor Presiden pada tanggal 5 Mei lalu. Menurut Presiden kita SBY, menaikkan harga BBM merupakan the last step untuk mengatasi carut-marutnya kondisi perekonomian Indonesia yang tak henti dilanda krisis (Kompas,5/5/2008). Namun kenyataannya, langkah yang disebut ‘terakhir’ tersebut malah dijadikan pilihan satu-satunya oleh pemimpin negara kita. Suatu langkah yang berani diambil dengan mengabaikan jeritan rakyat dibawahnya yang ‘terpaksa’ dikorbankan demi suatu alasan semu: menyehatkan APBN 2008 yang yang sedang sakit karena tekanan subsidi BBM yang membengkak seiring meroketnya harga BBM di pasaran internasional (berhasil menembus angka US$ 120 per barel!) (Metro Realitas, 13/5/2008). Ironisnya subsidi BBM dituduh telah memiskinkan APBN. Padahal hutang luar negeri yang menumpuk dengan cicilan bunga mencapai 98 triliunlah yang lebih pantas dijadikan tersangka tidak sehatnya APBN.
Berbagai protes dilayangkan kepada pemerintah atas kebijakan yang mencekik rakyat ini. Kalaupun telah dianggarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kebijakan yang diambil untuk mengimbangi kenaikan harga BBM, disisi lain harga bahan-bahan kebutuhan juga akan ikut terimbas naik. Begitupun biaya transportasi serta biaya hidup. Selain itu, pemberian BLT pun tidak bisa merata menyentuh seluruh rakyat ekonomi lemah negeri ini. Faktanya, golongan rakyat tidak mampu (bukan miskin) tidak bisa mengecap dana yang dianggarkan hingga 12 Triliun pada tahun 2008 ini (Berita Petang, 14/5/2008). Lebih jauh lagi, kebijakan pemberian BLT ini akan mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermental pengemis (Topik Kita, 11/5/2008). Ini dikarenakan pemberian BLT membiasakan rakyat miskin untuk menengadahkan tangan kepada pemerintah tiap bulannya. Kebijakan yang tanpa dibarengi perluasan lapangan dan kesempatan kerja, perbaikan fasilitas transportasi, dll yang tidak bisa menjawab dampak kenaikan BBM yang lebih mengerikan.

Refleksi Gerakan Reformasi Mahasiswa
Berawal dari reformasi yang diprakarsai oleh mahasiswa ini, Indonesia mengalami perubahan dalam tatanan pemerintahan. Meskipun pada faktanya reformasi yang telah digoalkan mahasiswa ini ternyata mengantarkan Indonesia ke arah jurang yang lebih dalam, satu hal yang pasti bahwa mahasiswalah yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan perbaikan atas kondisi rakyat yang terbelenggu pada orde baru. Artinya memang mahasiswalah yang punya potensi dan peluang untuk menjadikan bangsa Indonesia ini menjadi bangkit. Tentu ini bisa dilakukan jika mahasiswa memiliki keinginan kuat untuk mengubah bangsa ini menjadi lebih baik. Tidak dipungkiri banyak mahasiswa yang saat ini acuh dengan kondisi bangsanya. Hanya memikirkan dirinya agar bisa menyelesaikan perkuliahannya semata. Dan tidak sedikit mahasiswa yang kemudian berupaya memperbaiki kehidupan bangsanya. Mereka inilah yang kemudian berjuang melalui pergerakan-pergerakan mahasiswa baik yang terdapat dalam kampus maupun tidak. Namun berbagai pergerakan mahasiswa yang terbentuk belum mampu mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang bangkit.
Bila kita perhatikan, kegagalan pergerakan mahasiswa mengandung tiga titik poin. Pertama, Selama ini, pergerakan aktivis mahasiswa hanya menyerukan ide-ide sebatas perbaiki kebobrokan aparat pemerintahan, supremasi hukum, demokratisasi, turunkan harga bahan pokok, dsb yang merupakan ide-ide umum yang superfisial tanpa menyentuh akar permasalahan.
Kedua, ide-ide tersebut tak jelas, tanpa melalui proses studi kelayakan sehingga disimpulkan apakah baik untuk diadopsi ataukah tidak. Hal ini diperparah dengan daya pikir politis mahasiswa yang lemah sehingga arah perjuangan mereka pun tak tentu (pokoknya memperjuangkan hak rakyat), bahkan aksi-aksi yang dilakukan pun sekedar respon reaksioner terhadap permasalahan populer rakyat.
Ketiga, gerakan mahasiswa bukan merupakan gerakan yang ideologis. Hal ini membuat mahasiswa terbingungkan ketika dihadapkan pada perjuangan yang berbenturan dengan permasalahan yang masih asing atau suara mayoritas yang berkebalikan. Gerakan mereka lebih diarahkan oleh tren yang ada seperti demokratisasi dan otonomi tanpa menilik apakah ide tersebut pantas diperjuangkan. Oleh karenanya, untuk menuju pada kebangkitan hakiki maka harus diadakan rekonstruksi gerakan mahasiswa berdasar ketiga hal tadi.

Merunut permasalahan, Mencari jawaban
Tidak dipungkiri permasalahan bangsa yang menumpuk ini adalah permasalahan yang sistemik dan holistik. Satu sama lain saling berkaitan membentuk jejaring yang rumit. Bahkan menyangkut permasalahan mendasar negara kita. Negara kita adalah negara dengan mayoritas muslim bahkan dalam Undang-undang Dasar 1945 telah menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan negaranya. Namun dalam praktik perjalanan pemerintahannya justru meminggirkan peran Allah SWT dan membatasi pada aspek individu semata seperti pada proses pernikahan dan kematian.
Dengan sistem pemerintahan demokratisnya, pemerintah telah memberikan peluang bagi masing-masing individu dalam pemerintah untuk melakukan penyelewengan. Dan membuat kebijakan yang memberikan maslahat pada segelintir orang saja. Jadilah rakyat yang jadi korban.
Mahasiswa dalam upayanya memperbaiki kondisi ini dalam perjuangannya harus berpijak pada acuan perubahan yang sistemik, bukan hanya mengganti kabinet pemerintah dan pemimpin negara saja karena tidak akan menyelesaikan masalah. Perubahan ini haruslah kembali pada Undang-undang Dasar 1945 yakni menjadikan Allah SWT sebagai landasan dalam berkehidupan. Selain itu, konsep yang diperjuangkan harus jelas dan ideologis dengan mengupayakan kehidupan yang menjadikan peraturan Allah sebagai Undang-undang yang harus ditaati oleh seluruh rakyat.
Maka selayaknya enam agenda reformasi mahasiswa diganti dengan agenda revolusi, yakni: menjadikan Rasulullah sebagai tauladan dalam segala aspek kehidupan, menegakkan syariat Islam secara sistemik, memberantas akar permasalahan bangsa (kapitalisme), membersihkan pejabat yang tidak amanah dan kroninya, mengganti sistem demokrasi yang nyata kegagalannya, serta menegakkan pemerintahan yang menjamin diterapkannya sistem Islam. Untuk mengawalinya perlu dilakukan revitalisasi pergerakan mahasiswa.

0 Komentar:

<< Home

 
 

Cursors